Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Kau Hadir Saat Tanganku Telah Bergandengan Dengan Dia

Mengapa kau kembali hadir Mengingatkanku pada masa kita bersama Memaksa memoriku untuk menyelami debar asmara Bahkan aku masih ingat irama degub jantungmu Ketika ingin menciumku Aku masih hapal parfum aroma lautmu Ketika memelukku Kau masa laluku Mengapa harus berada di depanku saat ini Membuatku berada dalam bimbang Bukan aku tak cinta kekasihku Tapi kau pernah jadi obsesiku Bahkan sampai saat ini, saat dia menggandengku Kau masih menjadi obsesiku Adilkah ini Untuk dia, untuk kau, dan untuk aku Buat kita

Rasa Yang Salah

Sudahlah Jangan menangisiku Atau kisah kita Yang tak mungkin berlanjut Cintamu begitu dahsyat Cintaku begitu kuat Tapi apalah daya kita berdua Akan melukai wanitamu Akan menyakiti priaku Biarkan yang terlewat Menjadi satu kesalahan Yang manis untuk dikenang Tapi bukan untuk diulang Perpisahan ini bukan sementara Untuk selamanya Meski tak mudah menghapus ingatan tentang kita Biarkan saja kita terlihat saling melupakan Atau memang harus saling melupakan Entahlah

Merindukanmu Dalam Takdirku Bersamanya

Aku merindukanmu Apa perasaan ini salah Aku hanya merindukanmu Apa perasaan ini begitu salah Aku tak bisa menipu hati Aku tak tega mendustai Apa kau tau, aku tersiksa Memeluk bayangmu dalam imajiku Menahan rinduku akan kecupmu Saat aku bersamanya Kau pujaanku Tapi dia takdirku Perlukah aku menyangkalnya Agar bisa aku nikmati rinduku akanmu Aku tak mampu menduakannya Tapi aku pun tak mampu menghindarimu Lalu, perlukah aku bertanya pada Tuhanku Kemana aku harus melangkahkan sejati Perlukah, Perempuanku

Aku Tak Pantas Menjadi Pesaingmu

Ahh, kau terlalu takut aku mengambil sebelah hatimu Aku tidak bernafsu merebutnya darimu Aku tidak tertarik bersaing denganmu Kau. . . ahh. . . tak sampai hati aku mengatakannya Tapi harus aku katakan Sesungguhnya kaulah pelarian dan pelampiasan Saat dia tak cukup mampu mengejar kilauku Apa kau cukup paham akan hal ini Jadi jika kau pikir aku akan mengambilnya darimu Coba kau berpikir lagi dengan baik Siapa yang sesungguhnya dia harapkan Dan hubungan apa yang sebenarnya kamu banggakan Berkacalah, hai perempuan malang

Kau Kekasihnya Tapi Dia Juga Mencintaiku, Maaf

Aku tau dia pendampingmu Saat suka pun duka Ketika kau tertawa mau pun menangis Aku tau dia pelitamu Saat gelap pun terang Ketika kau bersedih maupun ceria Tapi taukah kau Dia juga menemaniku Saat aku berduka pun bersuka Dia juga menerangi hidupku Saat gelap hariku pun terang malamku Dia memang milikmu Tapi dia merindukanku Dia memang kekasihmu Tapi dia (juga) mencintaiku Bukankah agak menyakitkan buatmu Saat dia bersuka denganmu, dia berbagi suka denganku Saat dia berduka denganmu, dia bagikan semua perihnya denganku Mendustaimu dengan senyum topeng yang tampan Kau bisa memiliki raganya Hati dan pikirannya milikku juga Karena saat bersamamu, aku di benaknya Dan saat bersamaku, dia tak memikirkanmu Maaf atas keadaan ini Tapi beginilah kita Aku tak akan mengambilnya darimu Tapi biarkan dia membagi hatinya Untuk kau, perempuannya Dan aku, yang dicintainya

Karena Dia Cinta Sejatiku

Kamu tau kenapa aku nyaman sama dia      Karena dia gak bawel kayak kamu       Karena dia gak ikut ngomong saat aku bicara        Karena dia gak ngomel terus kayak kamu         Karena dia gak marah gak jelas tiap waktu          Karena dia gak pake emosi saat menyelesaikan masalah           Karena dia mengajakku duduk berdua untuk membincangkan hari ini            Karena dia mendengarkan saat aku bercerita             Karena dia menjawab saat aku bertanya              Karena dia mengajakku tertawa saat aku bersedih               Karena dia memilih ikut tersenyum bersamaku meski dia sedang menangis                Karena dia tidak menuntut aku harus selalu di sampingnya                 Karena dia tidak mengharuskan aku selalu menuruti apa maunya                  Karena dia gak cemburuan konyol kayak kamu                   Karena dia gak seenaknya nglarang aku pergi sama temenku                    Karena dia gak menuntut perhatianku yang berlebih            

Bercinta

Matamu menggoda Mengundang hasratku Senyummu menyuruh otakku Mendekat memeluk ramping pinggangmu Bibirmu Ingin aku menciumnya dalam nafsu Kau mendekat Berbisik lirih Mengecup leherku Mencium lembut ujung bibirku Meninggalkan bekas lipstikmu Aroma parfummu membangkitkanku Memaksaku untuk mendekap tubuhmu Ohh, wanita penggodaku Jatuhkan ragamu di atasku Luapkan nafsumu dalam rengkuhanku Biarkan desah kita menyatu dalam irama Setiap sentuhanmu mendesirkan darahku Setiap kecupanmu memacu degupku Setiap gerakmu memaksa mataku menatapmu Ahh, wanita liarku Jadikan aku mangsamu Biarkan aku menikmati pemaksaanmu atasku Meski hanya sekali ini saja Untuk malam ini saja Dengan senang hati aku mau menjadi korbanmu

Maaf Jika Esok Aku Tak Bisa Lagi Bersamamu

begitukah caramu memperlakukan kesetiaanku atau bagimu, tiada arti lagi setiap detik yang pernah kita lewati aku berjuang agar kau selalu tersenyum tanpa peduli harusku terjatuh dan kembali bangun segenap hati aku mencintaimu tapi kau lukai mimpiku yang ingin menyandingmu hanya karena lelaki di sana lebih memperhatikanmu kau tau kemana aku pergi kau paham untuk siapa aku pergi kau ngerti demi apa aku pergi aku berjuang demi kebahagiaanmu tapi kau menyangka aku mengabaikanmu sudahlah. . . aku sudah mengikhlaskanmu dengan lelaki pilihanmu yang kau anggap lebih peduli dan mengertimu bukan aku tak mampu mempertahankanmu atau tak mau memperjuangkanmu tapi bukankah cinta itu tulus aku mencintaimu tulus tapi kau tak bisa menghargai ketulusanku jadi bukankah lebih baik aku yang pergi bukan mauku, tapi kau yang tanpa kata mengusir cintaku dari hatimu aku masih mencintaimu tapi tak akan pernah hatiku memperjuangkanmu lagi meski pun sesalmu kelak bersujud dalam luka

Sebelum Senja

Kau salah, aku ingatkan Kau marah, aku diamkan Kau menganggapku tak peduli Aku ingatkan, kau marah Aku diam, kau bilang aku tak peduli Saat kau marah, jika aku bicara, sepertinya keadaan akan semakin parah Makanya aku pendam amarahku, untuk sekedar mengerti kamu Memberi kamu ruang untuk menyadari kesalahanmu Bukan aku tak peduli kepadamu, Sayang Tapi belajarlah untuk mengerti bahwa kau salah Aku pun tak akan mampu untuk mendiamkanmu sepanjang waktu Karena sebelum senja, dan sebelum kau memejamkan mata malam ini Tangan kita akan saling menggenggam Kita akan saling berpelukan Dan bersama menuju pagi dengan damai hati Berdua

Melupakan Asa

Dia membawaku dengan Terrano hitamnya. Aku cuek membuka jendela lalu mengeluarkan bungkus rokok yang masih menyisakan beberapa batang. “ Hey, not in my car, please ,” katanya tanpa menoleh saat aku menyalakan pemantik. “Mulut gue uda asem,” balasku sambil menghisap rokok mentol yang aku beli dua hari lalu. Masih tersisa tiga batang, terakhir aku lihat setelah mengambilnya sebatang. Mengapa sekarang kau inginkan ku lagi Akan kau toreh luka yang kedua kali Tak mungkin ku bisa lagi menyayangmu Sementara sakitnya masih membayangi “Patah hati?” tanyaku memecah diam. “Sok tau,” jawabnya singkat. Kali ini dia melihatku. Karena kebetulan kita tertahan di lampu merah yang cukup lama. Dan aku mengarahkan asap rokok dari mulutku ke mukanya. Dia buru-buru memalingkan muka ke arah luar jendela, dan akhirnya membukanya juga. Terranonya kembali melaju, menuju Semarang atas. Ponselnya beberapa kali bergetar. Cukup lama. Dan intens. Aku perhatikan setiap dua menit bergetar.

Perempuanku

Menatap sayu bayangan senja Kemana kau langkahkan hidup Mengapa tak segera berpulang Pelukanku sudahkah terasa getir Hingga tiada lagi sudi kau mencumbuku Kekasih, aku masih menunggu Menanti setitik asa akan kembalimu Tiada pernahkah kau tau Rindu ini terlampau mengganggu Sedang kau tak pernah hilangkan ragumu akan setiaku Cintaku begitu tulus kepadamu Namun kau tak pernah memaafkanku Sungguh dia di sana hanya fana Dan aku hanya tergoda Engkaulah kasih yang aku mau Yang aku tuju Tak cukup percayakah kau dengan seriusku Tak cukupkah pembuktian dengan kesendirianku hingga kini Perempuanku Pulanglah Aku rindu Atau perlukah ku petik bintang untuk menghias wajahmu

PELACUR

Persetan dengan segala ucapan kalian Kalian pikir sudah hebat Bisa mempermainkan perasaan orang lain Ahh, pelacur macam kalian mana paham soal perasaan Kalian hanya paham tentang kepuasan diri Yang entah sampai batas mana kalian mencari Kalian itu cuma patung menurutku Yang tak punya tujuan jelas Manusia tapi tak punya nyawa Kenapa tak mati saja sih kalian Hanya memenuhi ruang gerakku Sedikit-sedikit mengadu tentang Om A Lalu tentang Om B Tak lama dengan Om C Kalian pikir aku senang mendengarnya Aku mendengar hanya kasian Siapa lagi yang mau berbagi kisah dengan pelacur seperti kalian Membuai mata dengan molek Menarik hasrat dengan nafsu Lalu menggerogoti sampai mampus para bajingan itu Sudahlah Aku jengah dengan mulut kalian Bisa kalian itu tak mempan mempengaruhiku Aku memang kere Tapi aku masih lebih terhormat Dari pada kalian yang senang mengobral cinta Dan menjual kesetiaan pasangan pada bajingan busuk itu

Batik Merah di Pagi Seusai Bulan Merah

Batik merahmu menggodaku Cerahnya menyejukkan rindu Meletupkan harapku untuk bisa sekedar bertukar sapa Atau setidaknya saling menanyakan keadaan Kau diam Aku pun ikut diam Seolah kita adalah asing Apakah perlu terlalu kuat menjaga gengsi kita ? Haruskah aku dulu yang bersuara ? Atau aku harus merendahkan ego untuk sekedar berucap, "Apa kabar, Mas?" Detik yang berjalan seperti mengusirku keluar dari tempatmu Memerintahkanku untuk segera mengikhlaskan, masa di mana aku bisa menikmati punggungmu Berlalu tanpa arti Tanpa pesan dan kesan Tapi saat langkahmu menuju tempat kau bersujud Kau torehkan seberkas senyum yang damai Senyummu itu penuh arti Menyejukkan kerinduan yang meradang Sungguh menenangkan dan menyenangkan Tatapan itu, masih saja tajam Namun begitu berbeda Tersirat rindu di sana Yang tak mampu kau aksarakan, pun kau ungkapkan Entah mengapa tak hanya sedetik kau menikam mataku Seperti memintaku untuk terus tetap lekat mengikuti ger

My Son, My Sun

Aku melihatnya pertama kali. Awal saat dia menampakkan wajah tampannya. Menggemaskan. Dan ini adalah kebahagiaan yang tak ternilai dengan apa pun. Melihat tubuhnya menggeliat. Bibirnya yang mungil. Lucu. Dia jagoanku. Yang tak kurang dari sembilan bulan, aku nantikan kehadirannya. Bisa aku timang. Aku senandungkan lagu tidur untukknya. Tangisnya adalah suara merdu yang menggantikan lelahku. Ahh, aku tak pernah lelah merawatnya. Dengan penuh syukur dan bahagia, aku menggendongnya. Membuatkan susu formula. Karena aku tidak bisa memberi   ASI. Menggantikan popoknya saat dia pipis. Menggodanya saat menangis hingga dia bisa tersenyum. Mengajaknya bicara. Meski aku tak paham. Itulah kebahagiaan yang tak bisa aku ungkapkan, betapa bahagianya aku. Pertumbuhannya bagus. Badannya gemuk. Wajahnya mengingatkanku pada seseorang. Aku yang mengajarkan dia bicara. Tanganku yang dia pegang, saat dia mulai belajar berjalan. Aku yang dia kejar, saat dia mulai bisa berlari kecil. Dia

Mine

lagi apa mas ? di kantor gag pulang ? nanti, gimana ? kamu ga pulang iya abis ini, lagi beres” nih                 pulang tar aja ya                 nemenin aku emang kamu lagi ngerjain apa ? nemenin via chat ?                 iya dong, masa kamu nemenin di sini hahaa, sapa tau ngarep gitu                 hehe                 kamu uda maem ? belom.. mau nraktir yaa ?                 nanya doank trus aku suruh nemenin gimana ini ? kalo nemenin chat berarti kamu gag ngapa”in donk kapan gawean kelar ?                 emang aku minta nemenin buat nyelesaiin gawean ?                 enggak kan ? kamu bener gak papa nemenin aku dulu iyaa, gpp.. kenaapaa ?                 ya uda ehh, mas, boleh nanya gag ? tapi rada pribadi sih.. boleh ?                 apa kamu kenapa sih mas ? berubah gitu                 berubah gmna yaa, beda.. status kamu di fb, tulisan” kamu,   kayak ada masalah gitu, bener gag                 haha, perasaan