Langsung ke konten utama

Postingan

Perjalanan Awal

Aku bukan ketiga dari rentangmu dengan dia Kau sendiri bukan pelarian dari kisahku yang berakhir Jika memang aku teman hidupmu Lantas mengapa berlama menautkan hati kita Mengapa harus bertemu dan berkasih dengan hati yang dulu Sedang kau begitu setia menjaga rasa Di antara raguku yang menyergap di awal Dengan sombong, ku cegah pedulimu meluluhkan angkuh Ku batasi rasa rinduku agar tak kerap wajah kita beradu Dan kau memenangkan segala kelebihanku Dengan menyapa kekuranganku penuh hangat Hai pria yang kini bersamaku Mari eratkan genggaman Karena kita tak pernah tau Kapan godaan dan ujian menghampiri Sekedar mampir atau ingin memporakporandakan Kepada teman hidupku yang tetap bertahan Terimakasih telah membuatku juga bertahan Kecup dan pelukku untukmu tertanda, Perempuan yang selalu menjadi teman tidurmu
Postingan terbaru

Kisah Istri dan Suami yang Tak Lagi Bersama

Pernah sekali waktu dulu, Seorang perempuan bernama istri menghubungiku Berkata aku ini mengganggu lelakinya yang bernama suami Sedangkan lelaki itu, pun aku tak ada mesra Lalu ku tanyakan kepada si istri Apa yang sudah ku lakukan, Yang tak dia lakukan kepada si suami Mulutnya diam, otaknya bungkam Setelah itu tak pernah lagi si istri menghubungiku Dan ku dengar kabar, istri dan suami ini berpisah Mudah sekali mereka memisahkan diri Padahal rumit jalan yang tertempuh Untuk mengubah dua menjadi satu Hai suami yang ditinggalkan Apa kabar hatimu yang disangka berdusta Padahal perempuan yang kini kau sebut mantan istri itu Yang memainkan cinta dan percayamu dengan lelaki lain,      yang dia menyebutnya hanya teman Sudah kosongkah ruang yang terluka itu ? Bolehkah jika perempuan bernama aku Mengetuk lagi, hatimu perlahan Sekedar mengulang cerita-cerita lalu Ketika kita bersama dengan judul teman lama Iya, aku yang mengharapmu dulu Ingin menumbuhkan kembali ingin itu Dan kali ini, aku tak ak

Tangis Yang Sama

Matanya mengelilingi ruangan bercat putih tulang Mencari sesuatu yang dia pikir bisa ditemukan di tempat ini Sekali lagi matanya menyapu seluruh ruangan Badannya ikut berputar, memastikan yang dia cari ada di sini Nafasnya menghela lambat, wajahnya sedih Tapi tak dikatakan kepada siapa pun Yang dicari tak ada di sini Dan pipinya mulai basah karena airmata Tangisnya sunyi, tak terdengar Tapi runtuhnya hati begitu bergemuruh Seorang anak yang kehilangan orang tuanya Ayah dan Ibunya Yang menemaninya dari pagi hingga malam dan datang lagi pagi Ayah dan Ibunya tidak mati Mereka hanya masih sibuk dengan urusan tak nyata Merasa membiayai hidup dan kebutuhan anaknya berarti tuntas Anak itu tertidur pulas usai letih menangis Dan pagi kembali datang Seorang anak yang bersikap baik-baik saja Melewati hari-harinya dan mengulangi tangis yang sama

Karena Semua Harus Seimbang

Rindumu, pedihmu, ku kira harus seimbang Tawamu, amarahmu, pun juga harus seimbang Kecewamu, bahagiamu, menurutmu apakah juga harus seimbang ? Terkadang, rindu begitu menyakitkan ketika ragamu jauh dari pandangku Tawamu bisa menjadi amarahku ketika kau lebih riang saat menghabiskan waktu bukan denganku Tapi kecewamu tak pernah menjadi bahagiaku Kau perempuan terindah yang dulu pernah aku miliki Meski berulang kau mengkhianati setiaku dengan lelaki yang sama Katanya hanya teman, tapi berkali ku lihat kau dan dia bergandeng tangan Katanya tak pakai perasaan, tapi sering ku temui kata rindu dalam setiap pesan yang sengaja kau sembunyikan Dan kini apakah semua sudah seimbang, Kau dengan sesalmu, menduakanku Dan aku masih terpuruk kehilangan, melepasmu

Mendung, Rindu, dan Masa Lalu

Mendung menggantung, pun rindu Angin deras menerpa wajahku Menutup sipu mendengar sapamu Menggoyangkan ujung kemeja pemberianmu Hujan ingin segera jatuh, pun aku di dekapmu Memeluk erat seperti dulu, yang tak ingin lepas Angin masih deras, membawa butiran lembut air Hujan akan jatuh, tapi aku harus tegak Aku ingin engkau tau, aku mampu melalui waktu Meski dulu penuh luka ketika engkau sudahi cerita Perempuan yang kembali hadir setelah aku hampir berpaling Perempuan yang selalu menggetarkan patahan-patahan hatiku Perempuan yang masih tersenyum menatap kepiluanku Kau, perempuan yang sampai saat ini belum bisa aku gantikan Yang sampai saat ini, masih menetap di hatiku yang paling dalam Engkau, yang tanpa kau sentuh, aku telah tersentuh Kau yang masih saja sendiri, yang berusaha mandiri Sedang aku, susah payah menguburmu dalam masa lalu Di kesibukanku menafkahi seorang istri Hujan tak jadi jatuh, angin mereda Dan sungguh aku hampir jatuh, ketika engkau lirih berbisik, "Mas, aku rindu.

Pria Yang Tak Lagi Setia

Senyummu mengembang, lebar Rona bahagia tersurat dari wajah wanita paruh baya Menyaksikan anak laki-lakinya mengucap akad Berjanji menjadi imam bagi wanita di sepanjang nyawa Foto pernikahanmu tercetak lebar menggantung di dinding Kebaya putih yang dipakai mempelaimu masih terlihat bersih Tapi mengapa ragu ikut pula menggantung di salah satu sisi hatimu Menyesalkan sikap seorang perempuan yang tak bisa menghargaimu sebagai pria Senyummu mengembang, meski hanya di sudut Bercerita tentang kehidupanmu yang bahagia dengan wanita dan seorang putra Wanita paruh baya yang dulu bahagia, masih membawa rona yang sama Meski di dalam kekhusyukan doa, melepas segala tangis,      karena anak laki-lakinya berdusta Senyum yang selalu diperlihatkan kepada puluhan pasang mata,      hanya topeng menutup berjuta amarah Tangis yang hanya terpenjara dalam diam, saksi hatimu telah hancur Kau pulang, tapi jiwamu melayang dalam dunia berlainan Berlarian mengejar kisah yang penuh kedamaian,      bukan makian pe

terimakasih, masa lalu

bahkan, setiap luka yang kamu berikan, bisa saja aku menjabarkannya dengan detail tapi buat apa ? toh, kamu pun bersikap semua kesalahanmu itu adalah khilaf yang harus aku maafkan kamu mengucap maaf untuk memulai lagi kesalahan yang baru dan aku hanya bisa takjub, semudah itu ? aku selalu mengataimu sadis, dan berharap karma akan mengetuk hidupmu satu saat nanti tapi tak aku lanjutkan, karena satu kata sakti yang bisa aku raih ikhlas aku berdiam saja dengan dramamu, aku bisa tersenyum saat kamu mulai mengarang absurd aku cukup menata keporakporandaan dari sakit hati yang selalu kamu bagi dan apakah kamu menyadari, semesta tak akan tinggal diam dengan ulahmu semesta telah membiarkanmu merasakan apa yang aku rasakan dulu terimakasih, masa lalu darimu aku belajar, bahagia itu tak harus menunggu bahagiaku aku ciptakan dengan sosok yang bisa menghargai segala pemikiranku, ambisi jiwaku, dan kerumitan yang dengan suka cita aku urai bersama dia