Langsung ke konten utama

Batik Merah di Pagi Seusai Bulan Merah


Batik merahmu menggodaku
Cerahnya menyejukkan rindu

Meletupkan harapku untuk bisa sekedar bertukar sapa
Atau setidaknya saling menanyakan keadaan


Kau diam
Aku pun ikut diam
Seolah kita adalah asing

Apakah perlu terlalu kuat menjaga gengsi kita ?
Haruskah aku dulu yang bersuara ?
Atau aku harus merendahkan ego untuk sekedar berucap,
"Apa kabar, Mas?"

Detik yang berjalan seperti mengusirku keluar dari tempatmu
Memerintahkanku untuk segera mengikhlaskan, masa di mana aku bisa menikmati punggungmu


Berlalu tanpa arti
Tanpa pesan dan kesan

Tapi saat langkahmu menuju tempat kau bersujud
Kau torehkan seberkas senyum yang damai
Senyummu itu penuh arti
Menyejukkan kerinduan yang meradang
Sungguh menenangkan dan menyenangkan


Tatapan itu, masih saja tajam
Namun begitu berbeda
Tersirat rindu di sana
Yang tak mampu kau aksarakan, pun kau ungkapkan

Entah mengapa tak hanya sedetik kau menikam mataku
Seperti memintaku untuk terus tetap lekat mengikuti gerakmu
Memandangmu berlalu yang tak henti menatapku
     Teruslah tikam aku dengan pandangan itu, Mas

Begitukah caramu mengartikan aku
Bukan di depan para orang yang tak mengerti kita
Tapi membiarkan kita yang saling mengartikan rasa di antara
Membiarkan hati dan logika kita untuk terkait dengan sendirinya
Tanpa perlu mengumbar mesra kepada mata yang lain

Aku rindu, sangat rindu
Tapi tak tau, pantaskah tertuju untukmu
Yang masih saja diam dalam bisu
Yang belum juga menerangi jalan, di mana aku melangkah di sampingmu


Inikah jawab atas mimpiku semalam menatap rembulan ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Awal

Aku bukan ketiga dari rentangmu dengan dia Kau sendiri bukan pelarian dari kisahku yang berakhir Jika memang aku teman hidupmu Lantas mengapa berlama menautkan hati kita Mengapa harus bertemu dan berkasih dengan hati yang dulu Sedang kau begitu setia menjaga rasa Di antara raguku yang menyergap di awal Dengan sombong, ku cegah pedulimu meluluhkan angkuh Ku batasi rasa rinduku agar tak kerap wajah kita beradu Dan kau memenangkan segala kelebihanku Dengan menyapa kekuranganku penuh hangat Hai pria yang kini bersamaku Mari eratkan genggaman Karena kita tak pernah tau Kapan godaan dan ujian menghampiri Sekedar mampir atau ingin memporakporandakan Kepada teman hidupku yang tetap bertahan Terimakasih telah membuatku juga bertahan Kecup dan pelukku untukmu tertanda, Perempuan yang selalu menjadi teman tidurmu

hujatan cinta

teruskan saja menghujatku yang kau hujatkan adalah kebencian yang terbungkus cinta kau tak menyadari bahwa cintamu terlalu dalam tapi memaksakan kau tak bisa memiliki cintaku dan kau hujani aku dengan makian semakin kau menghujatku semakin mereka akan tau siapa yang pantas dicintai dan siapa yang harus mencintai meski sampai mati

Biasa yang Tak Biasa

kita pernah ada di satu waktu yang tak biasa di saat kau berdua dan aku sendiri lalu kita terbiasa dengan yang tak biasa membiasakan menanyakan kabar terbiasa mengingatkan memberi kabar hingga yang tak biasa, menjadi biasa kemudian kita ada di satu sisi yang tak biasa ketika kau merasa memilikiku dan aku menganggap kamu kekasihku entahlah. . . bukankah kita sudah terbiasa dengan yang tak biasa dan membiasakan hal yang tak biasa menjadi biasa ahhh. . . rasanya kita perlu mengisi pikiran kita dengan hal yang biasa karena kita terlampau sering menjalani hubungan,    yang tak biasa agatha tbrm020216