Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2015

ketakutan

sepertinya kau belum terlalu paham bagaimana perasaanku setidaknya setelah kisah kita berakhir mengapa aku begitu takut jika kau berubah sikap mengapa aku begitu khawatir ketika kau tak bertukar kabar mengapa aku lebih menunjukkan posesifku karena aku hanya pengalaman yang telah kau lewatkan karena aku hanya seorang mantan yang tak lagi berhak atasmu bisakah aku memaksamu untuk terus setia kepadaku bisakah aku memaksamu untuk selalu memberi kabar tentangmu bisakah aku memaksamu untuk tidak melakukan ini dan itu aku menyadari siapa aku kini dan aku pun harap kau memahami betapa takutnya aku kehilanganmu selebihnya, jika aku terlihat banyak berulah aku hanya berharap, kau bisa mengerti mengerti perasaanku bukan terganggu karenanya

sesal

deru-deru memburu degup memacu aku terpaku dalam bisu kau utarakan cintamu hanya ku ibaratkan gurau lalu kau kecewa kemudian pergi dan tak pernah kembali meski sekedar berucap rindu

putus

merajuk mengiba hatimu pada kisah yang kau akhiri sore itu kau masih menyimpan jutaan rasa tapi hanya kau simpan dan aku pun hanya mampu tersenyum menangisi keputusanmu yang begitu menyesak

Surat Cinta Untuk Kekasihku

kepada kekasih hatiku, rencana hidupku, tujuan aku berjalan, terimakasih untuk semua ketulusanmu, untuk segala perhatianmu untuk apa pun yang telah kau perjuangkan untukku, untukmu, untuk kita waktu, tenaga, pikiran, jarak, dan setiap sujudmu yang tak luput menyebut namaku, sebagai rencanamu entah mampukah aku membalas, tapi sungguh tak ingin ku melepas hatimu, aku ingin bersamamu, menjadi bagian dari rencana hidupmu, menemani setiap detak nafasmu, begitu dalam ku menyimpan perasaan ini,  hingga tak mampu aku menahan kesedihanku, ketika kau ingin mengakhiri yang baru separuh revolusi bumi terlalui aku ingin lebih lama lagi, bukan lagi satu atau dua tahun, aku ingin menemanimu selamanya jangan lepaskan aku, jangan pernah berhenti, memperjuangkanku, untuk hidupmu                                                                                                         3 November 2015                       selalu menyayangimu,                                                

Nafasku untuk Mencintaimu

“Gue kemaren abis dari Jogja. Yaa. . . gak lama sih. Cuma jalan-jalan santai gitu,” kata Tesa santai. “Lu ke Jogja,” tanya Faris histeris. “Iya. Kenapa ?” “Lu ke Jogja, dan lu gak ngajak gue, Tes. Dan lu nanya, kenapa,” Faris menghentikan makannya. Tatapannya lekat memandang Tesa. “Lu kan sibuk. Lagian gue juga emang sengaja sendiri aja.” “Tes, lu kan isa nanya dulu ke gue. Gue isa ato enggak, kan yang penting lu konfirmasi gue. Gak asal ngabur ke Jogja sendiri gitu.” “Gue males ribet, Faris. Lu kenapa sih gak mau ngerti gue. Gue tuh pengennya maen sendiri. Dan gue beneran ke Jogja sendiri. Gak sama sapa-sapa juga,” nada bicara Tesa sedikit tinggi. “Iyaa. . . iyaa. . . maaf. Gue masih posesif sama hidup lu,” balas Faris lebih tenang. “Lu berapa hari di Jogja, Tes ?” “Apa sih, Ris ? Udah dehh. Gak usa ngebahas posesif ato apa yang laen. Itu udah bukan bahasan kita lagi sekarang,” Tesa melunak. Faris tersenyum geli. “Cowok lu sekarang sapa, Tes ? Anak mana ?” “Gue la