Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2014

My Son, My Sun

Aku melihatnya pertama kali. Awal saat dia menampakkan wajah tampannya. Menggemaskan. Dan ini adalah kebahagiaan yang tak ternilai dengan apa pun. Melihat tubuhnya menggeliat. Bibirnya yang mungil. Lucu. Dia jagoanku. Yang tak kurang dari sembilan bulan, aku nantikan kehadirannya. Bisa aku timang. Aku senandungkan lagu tidur untukknya. Tangisnya adalah suara merdu yang menggantikan lelahku. Ahh, aku tak pernah lelah merawatnya. Dengan penuh syukur dan bahagia, aku menggendongnya. Membuatkan susu formula. Karena aku tidak bisa memberi   ASI. Menggantikan popoknya saat dia pipis. Menggodanya saat menangis hingga dia bisa tersenyum. Mengajaknya bicara. Meski aku tak paham. Itulah kebahagiaan yang tak bisa aku ungkapkan, betapa bahagianya aku. Pertumbuhannya bagus. Badannya gemuk. Wajahnya mengingatkanku pada seseorang. Aku yang mengajarkan dia bicara. Tanganku yang dia pegang, saat dia mulai belajar berjalan. Aku yang dia kejar, saat dia mulai bisa berlari kecil. Dia

Mine

lagi apa mas ? di kantor gag pulang ? nanti, gimana ? kamu ga pulang iya abis ini, lagi beres” nih                 pulang tar aja ya                 nemenin aku emang kamu lagi ngerjain apa ? nemenin via chat ?                 iya dong, masa kamu nemenin di sini hahaa, sapa tau ngarep gitu                 hehe                 kamu uda maem ? belom.. mau nraktir yaa ?                 nanya doank trus aku suruh nemenin gimana ini ? kalo nemenin chat berarti kamu gag ngapa”in donk kapan gawean kelar ?                 emang aku minta nemenin buat nyelesaiin gawean ?                 enggak kan ? kamu bener gak papa nemenin aku dulu iyaa, gpp.. kenaapaa ?                 ya uda ehh, mas, boleh nanya gag ? tapi rada pribadi sih.. boleh ?                 apa kamu kenapa sih mas ? berubah gitu                 berubah gmna yaa, beda.. status kamu di fb, tulisan” kamu,   kayak ada masalah gitu, bener gag                 haha, perasaan

Yang (Telah) Meninggalkanmu

Jangan memandangku seperti itu, Manis Kau adalah alasanku untuk bertahan Senyummu seakan terang yang ingin ku genggam Sinis kecewamu seperti pisau yang menikam Sesalku pernah abaikan perasaan Atau gengsi yang terlalu, yang pengecut ungkap kenyataan Aku mengerti kecewamu, Manis Tapi sungguh, melepasmu dulu bukan pilihanku Ku lakukan, karena besarnya angan milikimu Kau pujaan berjuta lelaki Tapi tiada pernah aku sadari, akulah pemilik hati Dan sungguh bodoh, justru aku yang berlari Meninggalkanmu, melepas dirimu sebagai mimpiku Mengabaikanmu, menggores luka dalam hatimu Akan terus ku kejar dirimu Hingga senja berganti kelam Tak akan surut aku berlantang Suarakan perasaan Hanya kepadamu

Tak Seirama

Aku pernah menginginkanmu. Dan aku pun yakin, kamu juga pernah menginginkan aku. Kita sama-sama tau, kita saling menginginkan. Tapi, kita juga sama-sama tau, kita hanya menyimpan perasaan. Tak berani ungkapkan. Tak berani tunjukkan. Tak berani menyatakan. Sampai kenyataan membawaku pada seorang lelaki. Mendekatkanku dengan dia. Sementara, kamu masih saja berdiam hati. Entah perasaanmu saat itu. Kecewakah. Sedihkah. Menyesalkah. Atau kamu mewajarkan takdirku. Aku menikmati waktu yang berlalu dengan lelakiku. Aku tak lagi ingat asaku terhadapmu. Dan aku tak tau, siapa pemilik hatimu. Masih dirikukah. Atau telah bertahta wanita di sana. Aku menjauh. Demi rasa yang telah tumbuh berkembang untuk lelakiku. Dan kamu pun seperti tak peduli. Sapa tak terucap. Salam pun tak mampu kita selipkan di antara rindu. Aku tau, kamu menanyakan kabarku kepada angin. Kamu menitipkan doa tentangku kepada awan. Kamu ceritakan gebu rindumu kepada hujan. Tapi tak pernah mampu tutur menjabat perjumpaan

Bukan Karma, Sayang

Aku mengerti tentang sajak kehilanganmu Memahami arti sedih dan kecewamu Aku bisa memaknai senyum yang sengaja kau kembangkan Pedihmu pernah aku rasakan Sakit yang kau nikmati, pernah pula aku nikmati Tapi kau harus tetap berdiri Kau harus tetap tegak memandang ke depan Melawan kegelisahan hati Demi janji kepada mentari Jangan terlampau dalam kau menjatuhkan diri Pada kebimbangan hati untuk berlalu Menepilah sesaat, rangkai kembali mimpi lalu maju Jika kau pikir aku hanya mampu berkata Tengoklah hatimu Kau lebih lemah dariku Perempuan yang pernah kau abaikan Yang kau acuhkan setelah kau buai harapan Tapi aku tak membencimu Aku tetap mengagumimu Sikapmu yang seolah mengajakku berbagi Sementara kau telah memiliki hati Ini bukan karma, Sayang Ini hanya sekedar pengingat Bahwa, akulah tempat sesungguhnya Kau menjatuhkan pelukan hangat Dan hatimu, tak akan pernah bisa menyangkal Aku sejatinya jawaban dari mimpimu semala