Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2014

Mutualisme antara aku dan seorang Mas di akhir Purnama

dan kenyamanan itu lebih terasa saat kita nikmati saat ini bukan saat kita terikat hubungan bukan saat kamu berkomitmen denganku tapi saat ini, saat 5 hari kita didekatkan aku bisa menikmati perhatianmu aku bisa merasakan kepedulianmu aku bisa (merasakan) memilikimu mungkin saja jika kita mengikat diri, kenyamanan ini belum tentu ada perhatianmu tak seperhatian ini kepedulianmu tak sepeduli ini dan aku bisa saja merasa tak memiliki lalu perlu alasan apa aku nyaman kamu menikmati mutualisme sudah tercipta ternyata tak harus memiliki untuk sekedar merasa nyaman dengan seseorang kita saling menikmati kenyamanan ini kan, Mas ?

Rabu Sendu di Ujung Juni

Ataukah aku yang salah mengartikan diammu      Saat aku menyandarkan kepala di bahumu      Ketika tanganku melingkar di pinggangmu      Sewaktu kaki kita menyentuh dalam ketidaksengajaan        (Yang tetap kau biarkan kakimu menyentuh kakiku)      Saat aku mencium bau parfum di ujung lehermu      Ketika aku membisikkan kata di sudut telingamu      Sewaktu  aku melihat coklat bola di tajam matamu      Saat aku peluk jaket abu-abumu      Ketika aku memelukmu        (Di atas dua rodamu)      [Sampai] Sewaktu aku tau kau akan berdua Mengapa kau diam, apa arti diammu Nyamankah dengan waktu saat kita bersama (dua hari kemaren) Atau kau matikan rasamu terhadapku Atau kau hanya sekedar ingin menjaga perasaanku Yang menyakitkan adalah aku tau dari mereka Yang ikut menyaksikan kedekatan kita Ketidaklayakan sikap kita jika memang kau akan meminangnya Masih saja tanyaku tak kau beri arti Masih saja tak bermakna kecewaku Mengapa kau menghindari keingintauanku Mengapa kau

Balada Cintaku di Hari Rabu

sakitnya bukan seperti sakit saat cintaku diduakan sakitnya bukan seperti sakit saat setiaku dicurangi sakitnya bukan seperti sakit saat percayaku dibohongi melebihi sakit itu semua lebih menyakitkan dari itu semua sakitnya adalah seperti ini saat aku mengharapkannya, dia telah memberi harapan pada seorang yang lain tapi dia tetap memberiku harapan bersikap seolah memberi harapan atau memang membiarkanku mengharapkan dia dan kebisuan segera menjadi batas antara mesraku padanya antara kediamannya terhadap mesraku antara sedikit waktu kebersamaan kami antara aku dan dia yang saling berhadapan antara pandangan kami yang terbungkam kecewa

Cinta (Sehari) Emma

“Hai, tumben jam segini uda sampe kantor ? Ada gawean numpuk ya,” tanya Indra sambil berlalu saat langkahnya melalui Emma. Emma yang duduk di kursi panjang depan ruangannya hanya mengangkat kepala. Melihat siapa yang menyapanya. Hanya pura-pura mencari tau. Dia tau yang menyapa Indra. Lalu melanjutkan kembali mencari berkas di tumpukan kertas. “Kok aneh sih, dia kenapa diem aja ya gue lewat. Biasanya uda ngegombalin gue deh,” pikir Indra dan terus berlalu. “Ehh, lu kok masih di sini sih, Em ? Lu belom ngerjain PR ya, makanya lu disuruh tinggal di luar ruang. Haa. . . haa. . .” Indra berusaha mencari tau penyebab perubahan Emma. “Gak juga ! Lagi gak ada gawean aja. Makanya gue keluar. Tadi juga cuma iseng ngrapiin berkas,” jawab Emma lalu berdiri dan berjalan mengarah ke kantin kantor. “Em, lu lagi ada masalah ya,” tanya Indra mengejutkan Emma. Tapi Emma tetap berjalan. Dan Indra membuntuti sambil kerepotan membawa berkas yang baru diambil di bagian Keuangan. “Talk to m

Pelangi [milik] Raja

Menyuara relung di getar asmara Dawai cinta dipetik oleh Raja penguasa Kemana kah tahta akan dibawa Menyambut asa terpendam Atau hanya akan menjadi penghias sesaat malam Engkau Raja Dan aku bersudi menjadi hambamu Mengabdi dan melayani tanpa menghitung bulir pamrih Engkau Raja Dan aku memaukan diri menjadi selirmu Memberi kebahagiaan di tengah pusaran kuasamu Engkau Raja Dan aku hanya bermimpi menjadi Permaisuri hidupmu Meng-indah-kan lembar-lembar mimpi gelapku Engkau Raja Dan aku hanya Pelangi Pelangi penghias hari sang Raja Pelangi yang indahnya sekejap Pelangi itu, yang sering Raja nikmati      adalah aku

Cintaku Jatuh

Kamu ! ! Iya. . . Kamu. . . Kamu sudah berhasil menyentuh hatiku Kamu sudah berhasil mencengkeram perasaanku Kamu sudah berhasil mencekat pikiranku Menyandera segala logika Memasung kepastian dilema Dan aku hanya berdiam menunggu Tak bereaksi Bahkan sampai bibirmu membasahi bibirku Aku seakan telah berserah dalam jerat mata tajammu Aku menjatuhkan cintaku padamu Kamu, Priaku