Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Pria Yang Tak Lagi Setia

Senyummu mengembang, lebar Rona bahagia tersurat dari wajah wanita paruh baya Menyaksikan anak laki-lakinya mengucap akad Berjanji menjadi imam bagi wanita di sepanjang nyawa Foto pernikahanmu tercetak lebar menggantung di dinding Kebaya putih yang dipakai mempelaimu masih terlihat bersih Tapi mengapa ragu ikut pula menggantung di salah satu sisi hatimu Menyesalkan sikap seorang perempuan yang tak bisa menghargaimu sebagai pria Senyummu mengembang, meski hanya di sudut Bercerita tentang kehidupanmu yang bahagia dengan wanita dan seorang putra Wanita paruh baya yang dulu bahagia, masih membawa rona yang sama Meski di dalam kekhusyukan doa, melepas segala tangis,      karena anak laki-lakinya berdusta Senyum yang selalu diperlihatkan kepada puluhan pasang mata,      hanya topeng menutup berjuta amarah Tangis yang hanya terpenjara dalam diam, saksi hatimu telah hancur Kau pulang, tapi jiwamu melayang dalam dunia berlainan Berlarian mengejar kisah yang penuh kedamaian,      bukan makian pe

terimakasih, masa lalu

bahkan, setiap luka yang kamu berikan, bisa saja aku menjabarkannya dengan detail tapi buat apa ? toh, kamu pun bersikap semua kesalahanmu itu adalah khilaf yang harus aku maafkan kamu mengucap maaf untuk memulai lagi kesalahan yang baru dan aku hanya bisa takjub, semudah itu ? aku selalu mengataimu sadis, dan berharap karma akan mengetuk hidupmu satu saat nanti tapi tak aku lanjutkan, karena satu kata sakti yang bisa aku raih ikhlas aku berdiam saja dengan dramamu, aku bisa tersenyum saat kamu mulai mengarang absurd aku cukup menata keporakporandaan dari sakit hati yang selalu kamu bagi dan apakah kamu menyadari, semesta tak akan tinggal diam dengan ulahmu semesta telah membiarkanmu merasakan apa yang aku rasakan dulu terimakasih, masa lalu darimu aku belajar, bahagia itu tak harus menunggu bahagiaku aku ciptakan dengan sosok yang bisa menghargai segala pemikiranku, ambisi jiwaku, dan kerumitan yang dengan suka cita aku urai bersama dia

Dia Tau, Aku Bukan Pelarian

Dia tersenyum saat menatapku Senyum yang dipaksakan, aku tau itu Tapi dia tetap tersenyum Menutupi segala luka dalam rendah hatinya Aku membalas senyumnya getir Rasanya ingin aku maki wanita itu Wanita yang dengan mudah mencaci ketulusannya Mengatainya sebagai laki-laki tak berguna Dia membuatku tertawa Tapi dia selalu berusaha tak meninggalkan duka Dia palsukan pedihnya dengan cumbuan mesra di telinga Dan tentu, aku menikmatinya dengan berpura-pura Dia bertahan dalam hidup yang katanya penuh derita Dia memelukku katanya butuh perhatian Dia selalu tersenyum hangat kepadaku Menikmati waktu saat berdua denganku Bahkan mengatai wanitanya adalah kesalahan Lalu aku bisa apa, mendoakan mereka tercerai berai Busuk sekali, aku tak sejahat itu Aku hanya perempuan di masa lalunya Yang mengerti setiap gelisah dalam hidupnya

Pulang Denganmu

 Aku berdiam dalam kesendirian Duduk di sudut ruangan Melihat tempat yang biasa kau diami Sibuk dengan duniamu, menikmati detik berlalu Lalu kau tersipu saat tau aku memperhatikanmu Tertawa lalu datang menghampiriku Mencium pipiku dan memelukku Kau tau aku masih akan tetap diam dalam kesendirian Mengingat setiap gerakmu yang menghidupkan hidupku Melukis tawamu yang mewarnai cerahku Aku masih saja diam dalam kesendirian Menyesali segala amarah yang terlanjur Mengutuk ucapan cinta yang jarang tersampaikan Aku akan tetap diam dalam kesendirian Mensyukuri bahwa kau adalah yang terindah Memahami bahwa kau adalah anugrah Aku menunggumu datang, atau aku harus bergegas mengemasi duniaku ketika kau mengajak pulang

Suatu Pagi di Hari Minggu

Sapamu lebih dulu, di suatu pagi di hari Minggu Ahh, lama sekali percakapan hangat kita tak terjadi Ada rindu yang tersirat dari setiap kata yang kau ucap Walau tak banyak, tapi aku tau, rindu itu tertuju cuma buatku Dan kita sama-sama tak ingin menyudahi bersama ini Bahkan kau asyik mengulang kenangan kita yang lalu Membahas macam barang yang pernah ku berikan dulu Dan masih saja kau simpan semua itu Sampai aku tertuju pada satu kalimat,"Tapi waktu itu kamu ninggalin aku kan." Sesaat kemudian matamu terlihat perih, akhirnya kau tau kan rasanya Bagaimana tetap terlihat bahagia saat dada kita sesak dengan pedih "Kamu harus tau, aku pergi karena keadaan. Bukan karena aku yang ingin." Katamu samar terhalang beberapa tetes air mata Aku hanya bisa menatapmu pilu Seseorang yang begitu aku perjuangkan dulu Tersandar pada kenyataan, kita tidak lagi bersama Bukan karena kita tak mau Tapi semesta yang tak pernah memihak cerita kita Kau masih sama, masih menyimpan senyum manis

pada sepenggal luka

ada sendu, di kedua bola matamu ada luka, yang menyesak di dadamu tapi kau biarkan semua menguar terkadang sampai kau lupa kau pernah kecewa, kau pernah terluka lalu kau bahagia, kau tertawa kembali bergairah menikmati nyawa acuh pada kehidupanmu yang kembali berwarna degupmu serasa bermakna   hingga kau terbunuh rasa pada satu perhatian tulus pemilik raga yang nyata karena hawa yang pernah mengguncangkan dunia seorang wanita yang kembali mengulang luka dengan cara yang sama tapi kali ini tak ada lagi warna berbunga hanya kelopak-kelopak mawar berserakan, tak seberapa banyak tangkai mawar putih, dan aku yang menatapmu sendu   menertawakan diri sendiri yang pernah menawarkan hati tapi kau memilih dia yang membuatmu pergi terlalu jauh, hingga hanya senyummu yang tertinggal di ingatanku kini ahh, lelaki... aku rindu sendu, pada sepenggal lukamu