Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2013

KOREKSI

Pernyataannya mengusik pikiranku. Dan dia mengaku memilih untuk bekerja ketimbang sekolah. " Kulo nggih taksih pengen sekolah tapi mboten wonten duite ," katanya tak berhenti memanggul sekarung penuh hasil kebun. Bukan hasil kebun milik orang tuanya yang sedang dia pikul, tetapi bocah lanang yang seharusnya masih duduk di kelas 5 itu, memilih putus sekolah sejak kelas 4 sekolah dasar. Miris. Untuk saya itu sangat miris. Untuk apa memikirkan biaya pendidikan? Pemerintah menggalakkan program wajib belajar. Ada banyak bantuan digulirkan. Digontorkan kepada para siswa. Operasional sekolah dijamin pemerintah. Harusnya sudah tidak ada lagi pungutan dari sekolah untuk para murid. Mengatasnamakan komite, memakai nama sumbangan sukarela yang lucunya sudah ditentukan nominal yang kudu dibayar. Alibi yang cukup cerdik. Dia terengah-engah sesampainya di kaki bukit. Sesaat dia mengambil nafas, lalu berjalan (lagi) menuju perbukitan. " Nggih mboten isin, wong kulo ngrewangi bapak ka

dendam lalu

jalanku bukan untuk mundur tetapi untuk melangkah maju cobaan dan ujian, satu per satu terlalui meski harus jatuh bangun melewatinya aku sadar, tak sekuat aku melawan masa lalu setiap detil kenangan masih tersimpan dalam memori meski enggan aku merapikannya bertumpuk bersama penyesalan dan dendam tak seharusnya aku menyimpannya tapi itu harus tersimpan entah kapan aku akan mensyukuri pernah melalui masa lalu itu setidaknya dari masa lalu itu, aku berdiri di masa sekarang, untuk masa depan