Langsung ke konten utama

Jumat, malam ini

Aku menaburkan daun teh kering di satu – satunya gelas yang aku punya
Menuangkan air yang tak begitu panas, kemudian

Mengambil batang rokok terakhir dan menyulutnya
Menikmati nikotin yang lama tak berjumpa dengan penatku

Jarimu berlalu menjelajah hidungku dan bermain lama di bibirku
Memaksa nafsuku yang memuncak, tertahan

Tubuhmu merapat mendekap mengeratkan pelukan
Tanganmu mengusap punggungku, beriring dengan kecupan dan desahanmu di telingaku

Kepulan asap dari mulutku membaur tak jelas ke udara
Nafasku tertahan, menahan nafsuku

Kecupanmu begitu menggoda, menantang bibirku
Kau tenggelamkan birahiku dalam kenikmatan dunia
Yang hanya ingin ku dapat dari kejantananmu

Biarkan peluhku mengurai bersama engahan nafas
Dan akan ku biarkan lelahmu berbaring di sampingku

Apalagi yang bisa kita nikmati saat ini
Rokok terakhir tak bersisa

Aku sudah bahagia, meski hanya bisa memelukmu
Tertidur dalam lelap di pelukanmu

Kemudian, kita terpejam hingga pagi datang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Awal

Aku bukan ketiga dari rentangmu dengan dia Kau sendiri bukan pelarian dari kisahku yang berakhir Jika memang aku teman hidupmu Lantas mengapa berlama menautkan hati kita Mengapa harus bertemu dan berkasih dengan hati yang dulu Sedang kau begitu setia menjaga rasa Di antara raguku yang menyergap di awal Dengan sombong, ku cegah pedulimu meluluhkan angkuh Ku batasi rasa rinduku agar tak kerap wajah kita beradu Dan kau memenangkan segala kelebihanku Dengan menyapa kekuranganku penuh hangat Hai pria yang kini bersamaku Mari eratkan genggaman Karena kita tak pernah tau Kapan godaan dan ujian menghampiri Sekedar mampir atau ingin memporakporandakan Kepada teman hidupku yang tetap bertahan Terimakasih telah membuatku juga bertahan Kecup dan pelukku untukmu tertanda, Perempuan yang selalu menjadi teman tidurmu

bidadari

mengapa engkau pergi di mana engkau kini ke mana kami mencari peri kecil kami, telah menjadi bidadari tak terasa telah dewasa tapi jangan pernah pergi tinggalkan kami kembalilah bidadari kami engkau kuat, kami tau itu tapi tiada arti engkau sendiri pulanglah bidadari kami menanti di setiap detik berganti buat adekku, etta

coba lupakan kamu!

Suara sepatu yang aku pakai begitu jelas terdengar setiap kali menyentuh lantai. Telinga yang mendengar pasti tau aku sedang berlari. "Tha, dengerin aku dulu," begitu teriak Andre sambil terus berjalan dengan langkah yang cepat meski dia nggak berlari sepertiku. Aku nggak begitu menanggapi kata-katanya. Aku harus menghindar dari dia. "Sampe kapan mau lari? Sampe kapan kamu menghindar dari aku? Sampe kapan kamu mau berbohong sama nurani kamu? Sampe kapan, Tha," teriaknya lagi dan kali ini nggak ada langkah yang memburu. Aku berhenti dari lariku dan membalikkan badanku. "Apa mau kamu," begitu tanyaku dingin. Aku nggak lagi berlari menjauh dari dia tapi kali ini aku menghampiri dia. Mendekatkan jauh yang terbentang antara aku dan dia. "Setelah aku berhenti apa kamu yakin buat ninggalin dia? Apa kamu yakin aku mau ninggalin Aldo," lanjutku lagi masih tetap dingin. Aku merasa semua saraf di tubuhku telah mati. Saat tangan Andre menyentuh wajahku, bahk...