Langsung ke konten utama

Pilihan Sang Perempuan


Jangan pernah memberiku rasa
Karena aku mudah jatuh cinta
Jangan pernah memberiku dusta
Karena aku mudah percaya

Aku adalah pria
Sedangkan kau wanita
Kau dengan mudah memberi sepercik perhatian
Lalu aku dengan cepatnya melahap menjadi perasaan

Kemudian kita saling bertukar salam
Bertegur sapa lewat pertemuan
Menanyakan kabar dan keadaan
Hingga merasa saling berikatan

Lalu kepada siapa harus menyalahkan adanya persimpangan
Jika kau di sana ternyata telah bersanding
Aku sendiri tak tau kau berpendamping
Terlenakah kau saat mencari tenang dan nyaman

Haruskah diakhiri jika berada pada titik seperti ini
Kau miliknya
Aku pun merasa memilikimu
Dan kau, berdiri pada kebimbangan hati

Sudahi saja kisah ini
Demi bahagiamu dengannya
Atau, inginkah kau berlari denganku
Mengejar kebahagiaan kita sendiri
Berdua, hanya kau dan aku

Putuskan !
Sebelum aku benar-benar pergi dan menghilang
Dalam pandangan dan ingatan
Hai, Perempuan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Awal

Aku bukan ketiga dari rentangmu dengan dia Kau sendiri bukan pelarian dari kisahku yang berakhir Jika memang aku teman hidupmu Lantas mengapa berlama menautkan hati kita Mengapa harus bertemu dan berkasih dengan hati yang dulu Sedang kau begitu setia menjaga rasa Di antara raguku yang menyergap di awal Dengan sombong, ku cegah pedulimu meluluhkan angkuh Ku batasi rasa rinduku agar tak kerap wajah kita beradu Dan kau memenangkan segala kelebihanku Dengan menyapa kekuranganku penuh hangat Hai pria yang kini bersamaku Mari eratkan genggaman Karena kita tak pernah tau Kapan godaan dan ujian menghampiri Sekedar mampir atau ingin memporakporandakan Kepada teman hidupku yang tetap bertahan Terimakasih telah membuatku juga bertahan Kecup dan pelukku untukmu tertanda, Perempuan yang selalu menjadi teman tidurmu

bidadari

mengapa engkau pergi di mana engkau kini ke mana kami mencari peri kecil kami, telah menjadi bidadari tak terasa telah dewasa tapi jangan pernah pergi tinggalkan kami kembalilah bidadari kami engkau kuat, kami tau itu tapi tiada arti engkau sendiri pulanglah bidadari kami menanti di setiap detik berganti buat adekku, etta

coba lupakan kamu!

Suara sepatu yang aku pakai begitu jelas terdengar setiap kali menyentuh lantai. Telinga yang mendengar pasti tau aku sedang berlari. "Tha, dengerin aku dulu," begitu teriak Andre sambil terus berjalan dengan langkah yang cepat meski dia nggak berlari sepertiku. Aku nggak begitu menanggapi kata-katanya. Aku harus menghindar dari dia. "Sampe kapan mau lari? Sampe kapan kamu menghindar dari aku? Sampe kapan kamu mau berbohong sama nurani kamu? Sampe kapan, Tha," teriaknya lagi dan kali ini nggak ada langkah yang memburu. Aku berhenti dari lariku dan membalikkan badanku. "Apa mau kamu," begitu tanyaku dingin. Aku nggak lagi berlari menjauh dari dia tapi kali ini aku menghampiri dia. Mendekatkan jauh yang terbentang antara aku dan dia. "Setelah aku berhenti apa kamu yakin buat ninggalin dia? Apa kamu yakin aku mau ninggalin Aldo," lanjutku lagi masih tetap dingin. Aku merasa semua saraf di tubuhku telah mati. Saat tangan Andre menyentuh wajahku, bahk...