Langsung ke konten utama

Short Pant



Saya sudah cukup nyaman memakai celana pendek, kaos, dan sandal. Selain lebih kasual, perpaduan itu memang saya banget. Santai. Enggak ribet. Dan yang terpenting adalah nyaman. Bukan berarti baju dengan model yang lain tidak membuat saya nyaman. Tapi entahlah, rasanya berbeda dengan kebanyakan orang yang memilih terlihat rapi. Rapi memang perlu. Tapi terlalu rapi, sepertinya bukan pilihan yang bagus untuk saya.
Setidaknya, saya bukan manekin yang jadi korban mode orang lain. Saya tau apa yang saya inginkan. Saya bebas memilih apa yang saya pakai. Tanpa ada batasan. Tanpa perlu merasa aneh. Dan saya bertanggung jawab sepenuhnya dengan apa yang saya pakai.
Orang mau berkomentar, itu hak mereka. Saya pun juga berhak untuk memilih. Mendengarkan omongan mereka atau mengabaikan ocehan mereka. Simpel kan ?
Sesimpel apa yang membuat saya nyaman dalam berpakaian. Meski pun di acara resmi sekali pun, ketika saya nyaman memakai pakaian kasual, saya akan memakainya. Saya tidak suka ribet. Tidak suka repot. Jalan-jalan pakai celana pendek pun tidak menjadi suatu permasalahan untuk saya.
Justru saya malah risih jika melihat orang yang terpaksa memakai sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Saya sedikit terganggu saat melihat orang yang berbusana hanya untuk menampilkan image agar terkesan rapi, alim, sopan, padahal setelah itu mereka mungkin bersikap seperti terbebas dari kekangan yang tercipta karena keinginan mereka sendiri.
Setidaknya, saya tau, kapan harus berbusana ini, kapan berbaju itu, kapan memakai ini, kapan pas mengenakan itu.
Beberapa waktu belakang ini saya justru lebih nyaman dengan celana panjang yang menutup sebagian paha dan betis saya. Dengan atasan yang tidak terlalu ketat tentunya, yang bisa menyamarkan lekuk tubuh. Sebelumnya saya memang cuek dengan penampilan saya. Saya tidak begitu peduli dengan apa yang orang lihat dari penampilan saya. Mau mereka suka, mau mereka iri, itu urusan mereka.
Tapi, kenyamanan saya bukan lagi celana pendek dan kaos ketat. Saya nyaman saat saya bisa menutup tubuh saya dengan busana yang saya pakai, dan tidak “memamerkan” tubuh saya ke orang lain. Kalau seperti itu pun saya masih menjadi perhatian orang, itu anugrah.

*terimakasih bang breek

Komentar

Postingan populer dari blog ini

bidadari

mengapa engkau pergi di mana engkau kini ke mana kami mencari peri kecil kami, telah menjadi bidadari tak terasa telah dewasa tapi jangan pernah pergi tinggalkan kami kembalilah bidadari kami engkau kuat, kami tau itu tapi tiada arti engkau sendiri pulanglah bidadari kami menanti di setiap detik berganti buat adekku, etta

coba lupakan kamu!

Suara sepatu yang aku pakai begitu jelas terdengar setiap kali menyentuh lantai. Telinga yang mendengar pasti tau aku sedang berlari. "Tha, dengerin aku dulu," begitu teriak Andre sambil terus berjalan dengan langkah yang cepat meski dia nggak berlari sepertiku. Aku nggak begitu menanggapi kata-katanya. Aku harus menghindar dari dia. "Sampe kapan mau lari? Sampe kapan kamu menghindar dari aku? Sampe kapan kamu mau berbohong sama nurani kamu? Sampe kapan, Tha," teriaknya lagi dan kali ini nggak ada langkah yang memburu. Aku berhenti dari lariku dan membalikkan badanku. "Apa mau kamu," begitu tanyaku dingin. Aku nggak lagi berlari menjauh dari dia tapi kali ini aku menghampiri dia. Mendekatkan jauh yang terbentang antara aku dan dia. "Setelah aku berhenti apa kamu yakin buat ninggalin dia? Apa kamu yakin aku mau ninggalin Aldo," lanjutku lagi masih tetap dingin. Aku merasa semua saraf di tubuhku telah mati. Saat tangan Andre menyentuh wajahku, bahk...

Perjalanan Awal

Aku bukan ketiga dari rentangmu dengan dia Kau sendiri bukan pelarian dari kisahku yang berakhir Jika memang aku teman hidupmu Lantas mengapa berlama menautkan hati kita Mengapa harus bertemu dan berkasih dengan hati yang dulu Sedang kau begitu setia menjaga rasa Di antara raguku yang menyergap di awal Dengan sombong, ku cegah pedulimu meluluhkan angkuh Ku batasi rasa rinduku agar tak kerap wajah kita beradu Dan kau memenangkan segala kelebihanku Dengan menyapa kekuranganku penuh hangat Hai pria yang kini bersamaku Mari eratkan genggaman Karena kita tak pernah tau Kapan godaan dan ujian menghampiri Sekedar mampir atau ingin memporakporandakan Kepada teman hidupku yang tetap bertahan Terimakasih telah membuatku juga bertahan Kecup dan pelukku untukmu tertanda, Perempuan yang selalu menjadi teman tidurmu