Langsung ke konten utama

Sepenggal Kesenangan

Ada masa di mana aku pernah sedikit menaruh rasa kepada lelaki ini. Memberi sedikit perhatian lebih untuk sekedar tau kabar lelaki ini. Menjerat mataku lewat tatapannya yang tak sering menatapku tapi begitu menikam, begitu dia menatapku. Senyumnya yang tak setiap waktu bisa ku lihat, tapi begitu menyenangkan saat dia tersenyum kepadaku.
Acuhnya itu seperti rembulan yang begitu ingin digapai si pungguk. Meski tak mungkin tapi begitu indah untuk dinikmati. Dikejar. Didapatkan.

Tapi sampai sekarang, aku tak bisa mendapatkan hatinya. Tak tertarik lagi. Setidaknya setelah tau perempuan macam apa yang ingin dijadikannya pendamping. Lalu perlahan, rasa kepada lelaki ini memudar. Menghilang.

Sampai beberapa waktu lalu, aku mendengar kabar tentang kesedihannya. Sakit hatinya. Lukanya. Kecewanya. Tangisnya. Kehilangan perempuan yang dia harapkan menjadi pendamping hidupnya. Ditinggalkan oleh yang dia anggap sebagai belahan jiwanya. Bagian dari tulang rusuknya.

Begitu memilukan. Ketika dengan angkuh, dia pernah mengabaikanku. Dan sekarang, yang dia kira perempuan sempurna pilihannya, mengabaikannya. Meninggalkannya untuk membangun rumah tangga bersama pria lain.

Perlukah aku menangisi kesedihannya ? Ikut merasakan apa yang dia rasakan. Begitukah ? Atau aku cukup tersenyum saja. Menikmati setiap butir kecewanya. Yang mungkin juga sama, seperti yang aku rasakan dulu. Akhhh. . . tidak. Dulu aku tak sekecewa itu. Aku bisa melepaskan perasaan dengan mudah. Karena apa ? Karena aku hanya sedikit menaruh rasa. Tak begitu dalam. Tak begitu kelam.

Jika lelaki ini merindukan senyumku, tak sulit mendapatkannya. Tapi akan sangat sulit mendapatkan hatiku yang akan tertaut pada senyumnya lagi.

Hanya sepenggal kesenangan masa laluku. Tentangku, dan lelaki ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

bidadari

mengapa engkau pergi di mana engkau kini ke mana kami mencari peri kecil kami, telah menjadi bidadari tak terasa telah dewasa tapi jangan pernah pergi tinggalkan kami kembalilah bidadari kami engkau kuat, kami tau itu tapi tiada arti engkau sendiri pulanglah bidadari kami menanti di setiap detik berganti buat adekku, etta

coba lupakan kamu!

Suara sepatu yang aku pakai begitu jelas terdengar setiap kali menyentuh lantai. Telinga yang mendengar pasti tau aku sedang berlari. "Tha, dengerin aku dulu," begitu teriak Andre sambil terus berjalan dengan langkah yang cepat meski dia nggak berlari sepertiku. Aku nggak begitu menanggapi kata-katanya. Aku harus menghindar dari dia. "Sampe kapan mau lari? Sampe kapan kamu menghindar dari aku? Sampe kapan kamu mau berbohong sama nurani kamu? Sampe kapan, Tha," teriaknya lagi dan kali ini nggak ada langkah yang memburu. Aku berhenti dari lariku dan membalikkan badanku. "Apa mau kamu," begitu tanyaku dingin. Aku nggak lagi berlari menjauh dari dia tapi kali ini aku menghampiri dia. Mendekatkan jauh yang terbentang antara aku dan dia. "Setelah aku berhenti apa kamu yakin buat ninggalin dia? Apa kamu yakin aku mau ninggalin Aldo," lanjutku lagi masih tetap dingin. Aku merasa semua saraf di tubuhku telah mati. Saat tangan Andre menyentuh wajahku, bahk...

destiny

Hari ini aku disibukkan dengan persiapan acara pernikahan salah satu klien. Yang kebetulan menggunakan jasa event organizer yang aku kelola bersama beberapa teman jaman kuliah. Awalnya memang banyak rintangan. Tetapi berjalannya waktu, semakin banyak saja klien yang mempercayakan acaranya pada jasa kita yang berlabel Little Break Event Organizer. Klien yang dihadapi pun beragam. Ada yang manut manggut-manggut dengan ide yang kita tawarkan. Ada yang datang membawa rancangan konsep. Ada juga yang menyebalkan seperti klienku sekarang. Kemarin bilang bunga mawar merah. Hari ini minta ganti anggrek bulan warna ungu. Kemarin minta round table , sekarang mau ganti standing party . Memang menyebalkan. Tapi itulah pekerjaan kita. Melayani klien. Dan untuk itulah kita dibayar. Setelah melayani pasangan yang bawel. Aku memilih untuk keluar kantor dan mulai menghisap rokok. Ngobrol bareng Pak Mien. Sopir yang sudah bekerja di kantor kita selama tiga tahun terakhir. Kita tak pernah membangun s...