Langsung ke konten utama

kali ini, aku tak akan memaksa hatimu

jika bahagiamu bukan denganku
pantaskah aku memaksa hatimu untuk memilihku

meski sesungguhnya, aku berharap kau memilihku
begitu berharap, hati kita menyatu dalam satu jalan

terjawab sudah
aku bahagia bersamamu
tapi bahagia kita tak bisa satu

dan biarkan aku melepaskanmu
memberi ruang untuk mimpimu
meski pun bukan denganku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

destiny

Hari ini aku disibukkan dengan persiapan acara pernikahan salah satu klien. Yang kebetulan menggunakan jasa event organizer yang aku kelola bersama beberapa teman jaman kuliah. Awalnya memang banyak rintangan. Tetapi berjalannya waktu, semakin banyak saja klien yang mempercayakan acaranya pada jasa kita yang berlabel Little Break Event Organizer. Klien yang dihadapi pun beragam. Ada yang manut manggut-manggut dengan ide yang kita tawarkan. Ada yang datang membawa rancangan konsep. Ada juga yang menyebalkan seperti klienku sekarang. Kemarin bilang bunga mawar merah. Hari ini minta ganti anggrek bulan warna ungu. Kemarin minta round table , sekarang mau ganti standing party . Memang menyebalkan. Tapi itulah pekerjaan kita. Melayani klien. Dan untuk itulah kita dibayar. Setelah melayani pasangan yang bawel. Aku memilih untuk keluar kantor dan mulai menghisap rokok. Ngobrol bareng Pak Mien. Sopir yang sudah bekerja di kantor kita selama tiga tahun terakhir. Kita tak pernah membangun s...

Rasa dan Aksara

Dan kamu masih saja berdiri di sana, di satu perasaan yang tak pernah berhenti untuk sejenak berpaling. Sekedip saja, tak memperhatikanku. Bisakah ? Ohh, dan kamu masih saja berkata aku adalah kejahatan terbesar di sepanjang hidupmu. Tentu kau bercanda kan ? Atau aku yang menyebabkan kau menjadi seperti sekarang ? Benarkah aku jahat ? Kita pernah terjatuh pada satu keadaan yang tak seharusnya dijalani. Kita saling berdegup saat bertatap di kejauhan. Saling memendam hasrat untuk bergandengan. Dan semua itu salah. Bukankah sudah kujelaskan kepadamu, apa yang terjadi di masa lalu kita adalah salah. Tidak seharusnya itu terjadi. Tapi siapa yang bisa menghentikan perasaan. Aku, dulu, seharusnya tidak menanggapi perhatianmu. Seharusnya aku bersikap biasa saja ketika tak ada kabar darimu dalam sehari, atau beberapa hari, seminggu, atau sebulan tanpa kabarmu. Tapi, waktu itu, aku tak bisa. Maafkan aku, bukan aku membencimu. Bukan aku menghukummu. Tapi mengertilah, ini tak akan muda...

coba lupakan kamu!

Suara sepatu yang aku pakai begitu jelas terdengar setiap kali menyentuh lantai. Telinga yang mendengar pasti tau aku sedang berlari. "Tha, dengerin aku dulu," begitu teriak Andre sambil terus berjalan dengan langkah yang cepat meski dia nggak berlari sepertiku. Aku nggak begitu menanggapi kata-katanya. Aku harus menghindar dari dia. "Sampe kapan mau lari? Sampe kapan kamu menghindar dari aku? Sampe kapan kamu mau berbohong sama nurani kamu? Sampe kapan, Tha," teriaknya lagi dan kali ini nggak ada langkah yang memburu. Aku berhenti dari lariku dan membalikkan badanku. "Apa mau kamu," begitu tanyaku dingin. Aku nggak lagi berlari menjauh dari dia tapi kali ini aku menghampiri dia. Mendekatkan jauh yang terbentang antara aku dan dia. "Setelah aku berhenti apa kamu yakin buat ninggalin dia? Apa kamu yakin aku mau ninggalin Aldo," lanjutku lagi masih tetap dingin. Aku merasa semua saraf di tubuhku telah mati. Saat tangan Andre menyentuh wajahku, bahk...