Langsung ke konten utama

Surat dari Bima

Hum Tumhe Pyar Karte Hae
Itu bahasa India yang bisa disamakan dengan I Love U. Tapi bukan cinta yang tersimpan dalam hatiku untukmu. Hanya segumpal sayang yang bersemayam di sini. Di salah satu sudut hatiku. Hati yang begitu rapuh. Hati yang masih saja bimbang dengan segala sikapmu.
Jika tercipta sebuah luka di hatimu karena ulahku, ku mohon, maafkanlah kekhilafanku. Aku hanya manusia. Hanya seorang Bima yang tak pernah mencapai sempurna. Pria yang pasti miliki kesalahan. Juga bukan peramal yang selalu tau maksud hatimu.
Sungguh aku menyesal telah memasungmu dalam ketidakpastian. Bukan aku tak mau milikimu. Tapi sadarilah. Bahwasannya aku belum terlalu mampu berikan lebih. Hanya ini yang bisa aku persembahkan untuk cerita kita. Hanya rasa ini yang mampu aku persembahkan untuk kisah kita. Ku harap kau mengerti adaku.
Jika kau merasa aku menggantungmu dalam kesia-siaan, bukan maksudku tak ingin mengikat hatimu untuk ku miliki sendiri. Percayalah, aku masih tetap menyimpan asa kita. Kebersamaan yang selama ini kita lalui, ku harap cukup menjadi bukti.
Telah banyak pengorbanan yang kita hantar ke altar sang waktu. Tetapi kita dipermainkan oleh waktu. Waktu yang kita percaya akan memihak pada kita. Ternyata sampai saat ini belum memberikan kita kesempatan untuk bersama dalam cinta.
Mungkin masih lama waktu akan menjawab, sebuah pertanyaan kapan kita bersama. Tapi aku berharap waktu tak akan ingkari janjinya untuk tetap menyatukan kita. Dan kau harus tau. Kau pernah penuhi hariku dengan tawa. Aku tak sudi jika harus kehilanganmu demi membayar tuntas kesalahanku padamu.
Demi rasa yang masih ada di hatiku, pun di hatimu, kembalilah menjadi perempuanku yang dulu. Kembalilah untuk mengisi hari dan hatiku. Lagi. Dengan sangat aku mohon. Sejenak kita lupakan semu tak berarah. Kita eratkan lagi genggaman yang semakin merenggang. Karena masih banyak mimpi kita yang bergejolak untuk berbuah nyata.
Berkenanlah untuk tetap singgahi hatiku. Sudilah untuk terus berbagi kebahagiaan meski hanya sepotong yang kau miliki. Dan jika kau miliki seloyang besar kesedihan, biarkan aku ikut menghabiskan air mata itu bersamamu.
Aku belum terlalu mampu hidup dalam jeratan komitmen. Tapi aku tak pernah berhenti belajar mengenali sang komitmen. Dan jika kau sadar, komitmen ini pula yang jauhkan kau dariku. Aku ingin selalu ada di sampingmu. Tetapi komitmen memaksaku untuk menjadi satu denganmu. Aku tak bisa menjadi semumu. Dan aku tak mau kau hidup sebagai bayangku.
Aku ingin kita jalan bersama. Seiring sejalan. Bukan sebagai bayangan. Itu yang mampu aku sembahkan. Itu yang sampai saat ini bisa aku lakukan. Tak terhitung lagi berapa purnama kita lewati bersama. Aku mohon mengertilah adaku sebagai seorang pria. Aku sadar, akulah adam yang memberi pernyataan. Dan kau hawa yang memberi penyanggupan. Tapi itu masih sulit buatku.
Banyak tanggung jawab yang harus ku selesaikan sebelum memberikan pernyataan itu. Dan ku harap kau sudi bersabar menunggu. Menunggu aku untuk menyiapkan segala sebelum aku ketokkan palu pilihan. Aku ingin kita kembali seperti dulu. Ku mohon.

Yang telah goreskan luka di bening hatimu,,
Bima.

a6ha s3nja
250509

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Awal

Aku bukan ketiga dari rentangmu dengan dia Kau sendiri bukan pelarian dari kisahku yang berakhir Jika memang aku teman hidupmu Lantas mengapa berlama menautkan hati kita Mengapa harus bertemu dan berkasih dengan hati yang dulu Sedang kau begitu setia menjaga rasa Di antara raguku yang menyergap di awal Dengan sombong, ku cegah pedulimu meluluhkan angkuh Ku batasi rasa rinduku agar tak kerap wajah kita beradu Dan kau memenangkan segala kelebihanku Dengan menyapa kekuranganku penuh hangat Hai pria yang kini bersamaku Mari eratkan genggaman Karena kita tak pernah tau Kapan godaan dan ujian menghampiri Sekedar mampir atau ingin memporakporandakan Kepada teman hidupku yang tetap bertahan Terimakasih telah membuatku juga bertahan Kecup dan pelukku untukmu tertanda, Perempuan yang selalu menjadi teman tidurmu

bidadari

mengapa engkau pergi di mana engkau kini ke mana kami mencari peri kecil kami, telah menjadi bidadari tak terasa telah dewasa tapi jangan pernah pergi tinggalkan kami kembalilah bidadari kami engkau kuat, kami tau itu tapi tiada arti engkau sendiri pulanglah bidadari kami menanti di setiap detik berganti buat adekku, etta

sayang tak selalu (ber)sama

"Apa kamu sudah membahagiakan aku selama aku bersamamu. Dari kita kenal, kita pacaran, sampe kita nikah. Dan sekarang kita punya anak ? Apa kamu uda pernah ngebahagiain aku ? Apa kamu ngrasa aku uda bahagia sama kamu ?"            . . . . . hening "Orang di luar sana boleh berpikir aku bahagia sama kamu. Tapi kenyataannya kamu gak pernah sedikit pun bikin aku bahagia. Tau kenapa ? Karena kamu cuma berpikir kamu udah bahagiain aku. Karena kamu merasa, kamu udah buat aku bahagia. Padahal apa ? Nothing ! NOTHING !!"      . . . . . . . hening " Kamu gak pernah nglakuin apa-apa buat aku. Waktu aku merasa sendiri. Waktu aku ada masalah. Apa kamu tau aku ada masalah ? Apa kamu tau aku kesepian? Apa kamu tau sikapku berubah ? Kamu sibuk dengan pekerjaan kamu. Kamu sibuk memikirkan promosi untuk kenaikan jabatan kamu. Kamu sibuk mencarikan materi buat aku. Aku gak cuma butuh materi ! Aku mau nikah sama kamu, bukan mau mater...