Dan
kamu masih saja berdiri di sana, di satu perasaan yang tak pernah berhenti
untuk sejenak berpaling. Sekedip saja, tak memperhatikanku. Bisakah ?
Ohh,
dan kamu masih saja berkata aku adalah kejahatan terbesar di sepanjang hidupmu.
Tentu kau bercanda kan ? Atau aku yang menyebabkan kau menjadi seperti sekarang
? Benarkah aku jahat ?
Kita
pernah terjatuh pada satu keadaan yang tak seharusnya dijalani. Kita saling
berdegup saat bertatap di kejauhan. Saling memendam hasrat untuk bergandengan. Dan
semua itu salah. Bukankah sudah kujelaskan kepadamu, apa yang terjadi di masa
lalu kita adalah salah. Tidak seharusnya itu terjadi. Tapi siapa yang bisa
menghentikan perasaan.
Aku,
dulu, seharusnya tidak menanggapi perhatianmu. Seharusnya aku bersikap biasa
saja ketika tak ada kabar darimu dalam sehari, atau beberapa hari, seminggu,
atau sebulan tanpa kabarmu. Tapi, waktu itu, aku tak bisa.
Maafkan
aku, bukan aku membencimu. Bukan aku menghukummu. Tapi mengertilah, ini tak
akan mudah. Harus bersikap aku membencimu, menghindarimu ketika tak sengaja berpapasan. Ini sulit. Tapi
aku paksakan. Dan kau pun harus melakukan hal yang sama. Bukan untukku. Tapi untuk
seseorang yang dengan setia masih berdiri di sampingmu.
Seseorang
yang dengan segala lukanya masih menggenggammu. Membelamu ketika semua
mengataimu hina, cela, salah. Orang yang tetap tersenyum ketika kita membuatnya
menangis. Yang tidak meninggalkanmu terpuruk dalam kesalahan.
Ada
persimpangan di depanmu. Jalanlah pasti ke depan. Jangan memilih jalan berkelok
yang akan mempertemukanmu dengan masa lalu.
Ketika
kau benar-benar berjalan ke depan, menggenggam erat tangan seseorang yang
berjalan mendampingimu, dan kalian bahagia, percayalah, aku juga bahagia. Meski
saat itu aku akan tidak menyadari ada air mata, dan sesak yang menghantam
dadaku begitu hebat.
Dan
ketika waktu itu tiba, biarkan rasa dan aksara yang pernah ada, lenyap, menguap
bersama kenangan yang dulu pernah terjadi.
Yang
dalam keterpurukan, akan tetap mendoakanmu,
MASALALU.
Komentar
Posting Komentar