Langsung ke konten utama

karena merindukanmu sangat sulit aku bisikkan di telingamu

Dua puluh dua hari.
Biasanya gue selalu apal setiap tanggal spesial. Tapi setaun ini, gue terlalu malas mengingat-ingat tanggal – tanggal spesial di hidup gue. Bukan karena hidup gue biasa aja. Tapi justru gue merasa setiap waktu gue itu spesial.
And now, gak tau kenapa tiba – tiba gue begitu mengingat tanggal 12 bulan Juli ini. Gue mengakhiri suatu hubungan dengan seorang cowok. Versi gue sih ya tanggal itu. Gue gak peduli juga menurut dia, atau orang – orang, kapan gue kelar punya hubungan sama dia.
Dan gue juga tiba – tiba pengen nulis lagi. Buat gue, menulis itu bisa jadi temen bicara di keterdiaman, gue gak perlu ngomong sama siapa pun, gue cuma tinggal nulis aja. Nulis apa aja. Nulis apa yang gue suka. Gak ada yang ngebatesin gue. Gue bebas jadi apa yang gue mau.
Gue itu bukan orang yang suka nyimpen perasaan, yang suka mendem apa yang gue rasain. Kalo gue kangen, ya gue bilang kangen, kalo gue gak suka, ya gue bilang gak suka, kalo gue marah, gue juga gak sok baik – baik aja, kayak lagi enggak kenapa napa. Tapi saat gue ngrasa kangen sama dia, gue gak berani buat bilang. Bukan gue gak bernyali, tapi gue sedang belajar untuk menghargai perasaan orang lain.
Kata dia, “Kalo masih kayak gitu terus, kamu gak akan bisa move on.” Gue bingung, gimana gue bisa nyampein perasaan gue. Sedangkan gue juga gak boong, gue kangen sama dia. Menurut gue, move on itu gak sekedar saat gue bisa ngilangin rasa kangen. Gak cuma diem – dieman tanpa kabar, dan akhirnya lost contact, enggak segampang itu buat gue. Enggak yang seminggu dua minggu terus bisa lupa.
Dan kali ini, gue bener – bener belajar buat hargai perasaan orang lain. Hargai perasaannya dia. Sapa tau aja kan kalo gue bilang kangen sama dia, dia jadi baper, terus ke”inget”an lagi sama gue, dan lupa deh buat move on. Sapa tau. Gue juga gak ngerti gimana perasaan dia sekarang.
Tapi gue punya cara sendiri, biar kangen gue itu gak cuma gue pendem. Gue liat fotonya dia. Masih banyak yang nempel di tembok kamar gue. Sengaja gak gue lepas. Susah payah gue ngebujuk dia, ngrayu dia, yang anti banget buat foto, dan yang gue punya, pose dia tuh unyu – unyu. Itu obat kangen gue. Kadang kalo gue sempet, gue ajakin foto dia ngomong. Nyesek sih, tapi akhirnya itu bikin gue lega. Karena kangen gue gak cuma nongkrong di hati gue doang. Dan yang paling penting, sedikit demi sedikit, perlahan – lahan, gue bisa belajar untuk ikhlas.
Satu lagi yang biasa gue lakuin kalo gue kangen sama dia. Terakhir ketemu, dia bawa cookie. Dan itu dia kasih ke gue sebelum akhirnya dia balik ke perantauannya. Pas. Persis sama selera gue. Sampe sekarang masih ada tuh cookie di toples gue. Gak langsung gue abisin meski pun gue doyan banget. Ya itu tadi. Tiap gue kangen sama dia, gue makan cookie dari dia.
Terserah deh kalian bilang gue aneh, ngatain gue lebay, tapi itu cara gue. Gue gak mungkin nambahin bebannya dia cuma untuk sekedar bilang, “Hei, aku kangen”. Kedengeran simpel di telinga gue, tapi gue gak tau seberapa jauh kata – kata gue itu dicerna otaknya.
Gue bahagia. Karena Tuhan nulis takdir gue untuk bisa sama dia. Meski pun cuma sebentar. Gue bangga bisa kenal sama dia dengan cara yang asik.
Selanjutnya, gue tetep jadi pemeran, untuk adegan – adegan yang keren, di sebuah jalan cerita berjudul, Kehidupan.

agatha, 3 Agustus 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

bidadari

mengapa engkau pergi di mana engkau kini ke mana kami mencari peri kecil kami, telah menjadi bidadari tak terasa telah dewasa tapi jangan pernah pergi tinggalkan kami kembalilah bidadari kami engkau kuat, kami tau itu tapi tiada arti engkau sendiri pulanglah bidadari kami menanti di setiap detik berganti buat adekku, etta

coba lupakan kamu!

Suara sepatu yang aku pakai begitu jelas terdengar setiap kali menyentuh lantai. Telinga yang mendengar pasti tau aku sedang berlari. "Tha, dengerin aku dulu," begitu teriak Andre sambil terus berjalan dengan langkah yang cepat meski dia nggak berlari sepertiku. Aku nggak begitu menanggapi kata-katanya. Aku harus menghindar dari dia. "Sampe kapan mau lari? Sampe kapan kamu menghindar dari aku? Sampe kapan kamu mau berbohong sama nurani kamu? Sampe kapan, Tha," teriaknya lagi dan kali ini nggak ada langkah yang memburu. Aku berhenti dari lariku dan membalikkan badanku. "Apa mau kamu," begitu tanyaku dingin. Aku nggak lagi berlari menjauh dari dia tapi kali ini aku menghampiri dia. Mendekatkan jauh yang terbentang antara aku dan dia. "Setelah aku berhenti apa kamu yakin buat ninggalin dia? Apa kamu yakin aku mau ninggalin Aldo," lanjutku lagi masih tetap dingin. Aku merasa semua saraf di tubuhku telah mati. Saat tangan Andre menyentuh wajahku, bahk...

destiny

Hari ini aku disibukkan dengan persiapan acara pernikahan salah satu klien. Yang kebetulan menggunakan jasa event organizer yang aku kelola bersama beberapa teman jaman kuliah. Awalnya memang banyak rintangan. Tetapi berjalannya waktu, semakin banyak saja klien yang mempercayakan acaranya pada jasa kita yang berlabel Little Break Event Organizer. Klien yang dihadapi pun beragam. Ada yang manut manggut-manggut dengan ide yang kita tawarkan. Ada yang datang membawa rancangan konsep. Ada juga yang menyebalkan seperti klienku sekarang. Kemarin bilang bunga mawar merah. Hari ini minta ganti anggrek bulan warna ungu. Kemarin minta round table , sekarang mau ganti standing party . Memang menyebalkan. Tapi itulah pekerjaan kita. Melayani klien. Dan untuk itulah kita dibayar. Setelah melayani pasangan yang bawel. Aku memilih untuk keluar kantor dan mulai menghisap rokok. Ngobrol bareng Pak Mien. Sopir yang sudah bekerja di kantor kita selama tiga tahun terakhir. Kita tak pernah membangun s...